Toko Buku Online

Toko Buku Online
Toko Buku Online InsanBuku.com : Where's the book you can get!

Kamis, 11 Agustus 2011

Ikatan Hati

Beginilah kondisiku sekarang. Tak pernah sebelumnya terpikirkan akan terjerembab ke lubang hina seperti ini. Kini semua orang menjauhiku. Sampai-sampai Tuhan pun menjauhi aku. Atau.. atau hanya perasaanku saja? Atau justru aku yang menjauh dari mereka dan dari-Nya? Padahal dulu aku adalah orang yang sangat disegani di kalangan aktivis dakwah. Bacaan Qur'anku fasih. Ceramah-ceramahku melangit! Banyak orang yang meminta nasihatku di kala mereka sedang futur. Banyak orang juga yang akhirnya mengikuti pengajian lantaranku. Binaanku bukan hanya banyak, tetapi mereka semua produktif. Ada yang di BEM, DPM, LDK, dan organisasi kemahasiswaan lainnya. Posisi mereka pun rata-rata ketua. Paling tidak ketua divisi/ departemen. Tetapi mengapa semua itu sirna? Hanya dalam hitungan menit. Aku menyesal sekali. Sangat menyesal. Aku yakin Allah dan saudara-saudaraku itu sudah memaafkanku. Tapi aku malu! Malu rasanya menghadapi mereka. Tak punya muka lagi aku menanggung semua ini. Sampai ada sms yang masuk ke hapeku,
Sungguh tiada yang lebih indah antara sesama muslim kecuali ukhuwah. Bila sedang sedih maka ia berkata, "Laa tahzan innallaha ma'anaa." Bila hampir berputus asa ia berkata, "Laa taiasu min rawhillah." Bila tertimpa musibah ia berkata innalillah.., "Ishbir, innallaha ma'ashshabirin." Bila iman sedang futur ia berkata, "Wa sari'u ila maghfiratin min rabbikum wa jannati 'ardhuha assamawati wal ardh." Sungguh ukhuwah itu diliputi kebaikan.

Masya Allah sungguh terenyuh hatiku membaca sms itu. Aku baca perlahan. Ku ulang-ulang. Aku penasaran siapa sebenarnya yang mengirim sms indah ini. Ya Rabb... dialah murabbiku dulu!

Senin, 08 Agustus 2011

Memanusiakan Manusia

Suatu ketika ada teman yang mengeluhkan tentang kondisi teman sekelasnya.
"Kok dia begitu ya? Di kelas sering tidur, di kegiatan sering gak ada, tambah lagi nilai-nilainya banyak yang jeblok. Apa emang begitu yang namanya aktivis dakwah?"
Pertanyaan tersebut wajar dilontarkan oleh "orang luar". Posisinya sebagai pengamat hanya akan mengetahui fakta-fakta yang ada dari sudut pandang dia sebagai pengamat. Akibatnya yang dinilai hanyalah buah dari apa yang dikerjakan oleh pelaku utama. Ketidakmampuannya mengorek fakta-fakta sebenarnya dari kejadian yang dia anggap sebagai fakta sebenarnya, padahal itu hanyalah hasil dari proses, membuatnya seringkali kecewa. Terlebih lagi hasilnya kebanyakan tidak sesuai dengan apa yang diharapkannya.
Namun hal tersebut bukan menjadi pembenaran bagi pelaku utama. Apalagi posisinya sebagai aktivis dakwah dituntut harus selalu tampil prima. Walaupun pada kenyataannya aktivis dakwah ini adalah manusia juga. Ia makan seperti manusia biasa. Ia juga butuh istirahat layaknya orang pada umumnya. Mungkin ia juga pernah salah dalam beberapa hal. Ketidaksempurnaan ini dominan muncul ke permukaan karena ia seorang da'i. Seluruh mata tertuju padanya. Orang akan lebih mudah mellihat kesalahan-kesalahan "kecil"nya dibandingkan dengan kebaikan-kebaikan yang pernah ia perbuat, bahkan kebaikan kepada orang yang turut mencemoohnya.
Sifat salah sangat melekat pada manusia. Mengapa manusia disebut insan dalam bahasa Arab karena manusia seringkali lupa (salah). Oleh karena itu, Allah menetapkan rambu-rambu-Nya dalam Al Qur'an dan As Sunnah agar manusia tidak jauh terjerembab dalam kesalahan. Para da'i itu tahu kesalahan-kesalahan yang dilakukannya adalah sifat dari manusia itu, tetapi di balik itu usaha-usaha untuk memperbaiki kesalahan tersebut terus dilakukan. Ia tahu konsekuensi menjadi seorang aktivis dakwah akan menyita seluruh waktu dan energinya untuk kepentingan dakwah. Tentunya Anda akan berpendapat, "Ya benar, tapi keluarga, akademik, pekerjaan juga bagian dari dakwah bukan?" Betul sekali. Mereka juga menyadari itu. Bahkan visi mereka telah melampaui 20-30 tahun ke depan dimana mereka akan menjadi orang-orang yang akan menempati posisi-posisi penting di negeri ini. Dan mereka tahu betul pondasi utama untuk itu adalah keluarga. Jangan sekali-sekali meremehkan perihal ini. Anda bisa menanyakannya kepada "orang-orang sukses" di negara Anda kapan mereka memulai kesuksesan mereka? Sebelum atau setelah berkeluarga? Visi ini tidak akan bisa Anda cerna jika Anda tidak membuka kesempatan pendapat nyeleneh ini masuk ke dalam pikiran Anda.

Ada juga teman saya yang menyatakan bahwa teman seperjuangannya saat ini tidak semilitan dahulu. Pernyataan ini patut kita acungi jempol karena sedikit sekali yang berpikiran seperti itu. Namun perlu sedikit koreksi. Yang lebih tepat adalah teman kita saat ini tidak sama dengan yang terdahulu karena kondisi dan situasi zaman yang berubah. Mereka bukan tidak militan, tetapi mereka tidak tahu bagaimana militan yang dimaksud. Apakah tiap hari harus aksi? Atau mengebom diri seperti mujahid-mujahid di Palestina? Yang jelas tidak keduanya. Sekali lagi karena kondisi dan situasi zaman yang berubah menuntut para da'inya juga berubah. Tentunya tidak lantas melebur ke dalam kemaksiatan sehingga kita tidak bisa membedakan lagi yang mana kawan, yang mana lawan. Selain itu juga kita mesti mendahulukan memenuhi hak daripada menuntut kewajiban. Wajar saja jika pada akhirnya banyak yang kabur lantaran hak-haknya sebagai manusia tidak terpenuhi. Contohnya ketika sedang menghadapi ujian, qiyadahnya tidak peduli, tetap saja diberikan pekerjaan dengan alasan melatihnya agar lebih militan. Banyak contoh lainnya yang seringkali kita abaikan sebagai pemimpin akibatnya sosok kepemimpinan kita hanya sebatas legal formal. Setelah masa jabatan selesai, selesai pulalah kepemimpinan kita.
Dengan Anda membaca tulisan ini, semoga kita bisa lebih memanusiakan manusia. Dalam hal ini mungkin ia adalah teman Anda, bawahan Anda, atau bahkan Anda sendiri.

Sabtu, 06 Agustus 2011

Mati Itu Menyenangkan

Tahukah kau

Mati itu menyenangkan

Masih ingatkah kau

Ketika kau merengek padaku

"Kak aku takut mati"

Mengapa

Apa lantaran dosamu yang bejibun

Dan kau takut dengan neraka

Atau karena kau terlalu cinta dengan dunia

Ceritakanlah padaku perihalmu itu

Sebelum datang yang lima

Sebelum kau menyesal dengan ketakutanmu itu

Sekali lagi

Mati itu menyenangkan

Bagi orang-orang yang tahu hakikat mati

Andaikan

Andaikan aku tak terburu-buru

Andakan kupertahankan nafsuku

Andaikan doktrin agama yang kumasukkan

Andaikan aku tulus sebagai saudara

Andaikan aku lebih dewasa

Andaikan mulut ini tak berucap

Andaikan imanku kuat saat itu

Tentu takkan terjadi hal ini

yang bukan hanya menyakiti diriku

tapi juga diri-Nya

Nasihatku

Mungkin kematian merupakan nasihat terakhir
bagi mereka yang tak tahu malu
Mengaku seorang muslim
tapi bicara pun sia-sia

Apa lagi shalat?
Masuk ke masjid hanya untuk mengobrol
bersenda gurau bahkan berkhalwat dengan lain jenis

Apakah kalian tahu tentang adab di masjid?
Apakah kalian tahu bahwa pacaran itu haram?
Apakah kalian tahu bagaimana caranya berbicara?

pasti jawabannya "Ya, saya tahu!"

tetapi mengapa tidak kalian lakukan?
atau setidaknya mencoba untuk melakukan

Maukah kalian jadi ikhwan-akhwat syaithon laknatullah fiih?

Tidak?

maka laksanakanlah seruan-Nya!!!

Seandainya Dua Pilihku

Seandainya dua pilihku
tak mau kukenal dia

Tak peduli bilamana dia lahir
Tak peduli rose apa yang harus kubeli
Tak peduli arrosa apa yang buat dia senang

Biarkan aku kuper karenanya
Apa itu mall, 21, photobox, dan
segala macam pernak-perniknya
Buta lebih baik bagiku
ketimbang thawaf di atas kuburan orang miskin
sambil bakar duit

Mungkin bisa dikatakan aku menduakan-Nya saat itu
Mencintainya lebih menyenangkan daripada mencintai-Nya

Huff.. mampus aku seandainya dia tak datang tepat waktu
Apa yang kurasakan kelak
Dibakar di atas wajan raksasa
atau dicincang sampai seukuran kotoran telinga

Seandainya dua pilihku
pasti tak mau ku kenal dirimu

Jihad fii Sabilillah

Pagi!!!
Begitulah teriakan orang-orang yang semangat
Berani menantang kehidupan
yang memang penuh dengan pilihan

Ketika Anda telah memutuskan
untuk menyuarakan pekikan kemenangan Islam
Berarti Anda sudah siap untuk satu kata
Mati

Salah satu penyakit ummat saat ini yakni
Cinta dunia, takut mati
Jikalau Anda tergabung ke dalam komunitas tersebut
Pergilah
Tinggalkanlah amanah yang Anda pegang saat ini

Jangan sampai ALLAH memperlihatkan aib-aib Anda
Jangan sampai Anda merusak Islam dengan cara Anda
Jangan sampai Anda terbunuh dalam keadaan munafik
Naudzubillah...

Bujangan

Kelam itu sendiri

Mengiba hati yang tengah mati

Tak tahan aku hidup begini

Sendiri

Lagunan, rayuan, bisikan

Menekan dan terus menekan

Tak kuat aku menahan

Godaan

Hitam layar inderaku

Pongahku padamu

Tak mengubah batu menjadi kayu

Pilu

Menunggu itu dengan tegar

Harap, doa, gentar

Tak berhenti berikhtiar

Sabar

Palestinaku Sayang, Palestinaku Malang

Obituari kasih mulai pudar

dari wajah-wajah sang pakar

Namun engkau tetap tegar

menghadapi sang hingar bingar

Jangan bersedih wahai anakku

Mereka tengah berlayar

Menuju pangkuanmu

Membawa sandang, pangan, papan

untuk membebaskanmu

dari tangan kebengisan

zionis Israel laknatullah

Keram tangan tak berarti

Merah telah bagai peluh

Di kepala dan badan

Akibat kekejaman sang hingar bingar

Memuntahkan logam cepat

Ke arah mereka sang mujahid

Hingga saat-saat yang dinantikan itu

Mereka telah menjadi syahid

Jangan bersedih wahai istriku

Hidupmu akan jadi jaminan-Nya

Jangan katakan mereka telah mati

atau berhenti

Tidak!

Jiwa mereka akan terus ada di

London, Brussel, Stockholm, Jakarta, Teheran, Islamabad, Ankara

untuk terus mengatakan

"Bebaskan saudara kami Palestina!"

Kerinduan

Pasung ruhani ku pasang kuat di hatiku

Mencoba mengabaikan setiap hawa yang berlalu

Bukan tanpa kesulitan

Menahan diri, pandangan, dan kemaluan



Seolah pegawai kantoran

Atau para pengangguran

Hari-harinya sama saja

Tak ada yang istimewa



Menghibur diri dengan segudang aktivitas

Berharap melupakan tanpa bekas

Atau setidaknya menunda

Rasa rindu yang membara



Kerinduan yang dinanti

Bersama seseorang di sisi

Menguatkannya

Untuk bersama diri-Nya dan dirinya

Ketika Jam Malam (Tidak) Dihiraukan

oleh: Awang Darmawan

Senin, 20 Desember 2010

06:15 – 08:05



Kita semua tahu jam malam IPB adalah pukul 21.00 atau jam 9 malam. Hal itu terpampang jelas dalam S.K. Rektor dan AD/ART kelembagaan. Jam malam jam 9 malam artinya tidak ada lagi kegiatan kemahasiswaan yang berlangsung di atas jam tersebut. Apa yang dimaksud dengan kegiatan kemahasiswaan? Kegiatan kemahasiswaan adalah seluruh kegiatan kelembagaan atau organisasi yang ada di IPB.

Nah, itu dari sisi formal. Coba kita lihat dari sisi informal. Sudah menjadi budaya di IPB, jam malam jam 9 malam. Bukan hanya diterapkan di kelembagaan, tetapi juga berlaku untuk para mahasiswi. Hampir semua kostan atau kontrakan mahasiswi (terutama yang muslimah) menerapkan peraturan tak tertulis ini. Namun dalam praktiknya tak semuanya mematuhi peraturan ini.

Setiap legal system yang dibuat oleh manusia pastinya memiliki tujuan yang baik untuk manusia itu sendiri. Terlepas dari penyalahgunaan atau ketidakpatuhan si pelaku. Berdasarkan historinya, jam malam ini sudah diterapkan di IPB secara informal sejak tahun 90-an. Hal ini dilatarbelakangi oleh kondisi sosial yang tidak aman pada waktu itu melewati jam 9 malam, terutama bagi para mahasiswi. Kasus pelecehan seksual bahkan pemerkosaan yang berujung pembunuhan kerap menghantui kaum hawa. Selain itu, masyarakat juga menilai wanita yang keluar atau pulang malam-malam adalah bukan wanita baik-baik. Secara logis kedua alasan ini dapat diterima karena pada hakikatnya manusia menginginkan kebaikan dan mengharapkan orang lain serta lingkungannya baik juga. Memasuki era reformasi, sekitar tahun 1997, jam malam mulai diperketat. Bahkan di beberapa kampus diterapkan jam 7 malam sebagai jam malamnya. Kondisi politik yang sangat mencekam menuntut demikian. Kali ini targetnya bukan hanya wanita, laki-laki pun seringkali menjadi target penculikan. Siapa pelakunya? Saya rasa Anda sudah tahu sendiri siapa pelakunya. Pasca reformasi, tahun 1999-an sepertinya tidak banyak mengalami perubahan karena kondisi politik juga belum stabil pada waktu itu.

Seiring perkembangan zaman yang sangat cepat, dibarengi dengan informasi yang sudah tidak terbendung lagi, perubahan nilai-nilai sosial itu mulai terasa. Termasuk di dalamnya jam malam. Baik secara ertulis maupun tidak tertulis, jam malam itu masih tetap jam 9 malam. Namun praktiknya mengatakan lain. Jam malam mulai bergeser ke pukul 21.15 ; 21.30 ; 22.00 bahkan hingga pukul 24.00. Kita bisa melihat masih banyak mahasiswi yang “lenggang” berjalan di sepanjang bara dan bateng di atas jam 9 malam. Pergeseran ini diakui oleh sebagian mahasiswi karena tuntutan peran di kelembagaan. Sebagian lagi juga mengatakan karena ada keperluan “penting” di luar, seperti mengerjakan tugas, ngelab, jenguk teman sakit, ngajar, pulang aksi, dan lain-lain yang tidak akan cukup kalau pun ditulis di kertas HVS sebanyak 1 rim.


Sepertinya kondisi yang aman dan nyaman tidak mendesak pelakunya untuk patuh pada norma sosial ini. Atau memang karena masyarakat sekarang ini memandang hal tersebut sebagai hal yang lumrah sehingga tidak adanya sanksi sosial membuat pelakunya merasa biasa-biasa saja.

Apa pun itu bukan hak saya untuk menjawab apalagi menghakimi. Semuanya kembali lagi kepada Anda selaku objek hukum. Peraturan hanya akan menjadi tulisan di atas kertas atau omongan di bibir belaka tanpa adanya kepatuhan pelakunya. Dan jam malam selamanya akan tetap (tidak) dihiraukan jika tidak adanya kesadaran dan keinginan yang kuat dari semua pihak untuk tetap mempertahankan norma sosial ini.